Oleh Sofhie Suhartini
Mahasiswa Magister S2 Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Siliwangi Bandung
Pernahkah Anda mendapati seorang pelajar yang mogok atau malas bersekolah? Dalam waktu yang bersamaan kehilangan konsentrasi dalam belajar, bahkan mereka terlihat Kehilangan kepercayaan diri dan tidak jarang menarik dirinya dari lingkungan sekitar merasa cemas dan takut.
Tidak sedikit pula pelajar tersebut menunjukkan gejala stress dan seringkali menyalahkan atas kekurangan yang ada pada dirinya. Jika Anda menemukan gejala di atas kemungkinan mereka adalah pelajar korban perundungan atau yang lebih dikenal dengan istilah bullying.
Perundungan merupakan perilaku agresif atau negatif yang tidak menyenangkan dari seseorang atau sekelompok orang secara berulang kali dengan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan baik secara verbal, fisik,maupun non verbal.
Perundungan atau bullying rasanya telah menjadi fenomena yang kerap membudaya di masyarakat dan melekat di lingkungan Pendidikan.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut jumlah pengaduan korban perundungan di sekolah dari tahun 2016-2020 mencapai 480 kasus.
Menurut KPAI, perundungan ini harus menjadi perhatian serius bagi banyak pihak dimulai dari lingkungan keluarga, orang tua, termasuk para pendidik di sekolah.
Komisioner KPAI, Jasa Putra menjelaskan, bahwa perilaku perundungan atau kekerasan begitu represif melekat pada kehidupan anak melalui berbagai media dan lingkungan sekitar, tentu perlu adanya kebutuhan pada setiap satuan Pendidikan membaca perkembangan psikologis dan kejiwaan setiap peserta didiknya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristik), Nadiem Makariem, menyoroti aksi perundungan di lingkungan sekolah harus segera dihapuskan.
Menurutnya, semua pihak yang terlibat dalam sistem pendidikan perlu mengambil garis yang keras , melakukan tindakan tegas, dan eradikasi karena perundungan merupakan salah satu dosa besar dalam sistem Pendidikan.
Mengapa perundungan bisa membudaya di lingkungan sekolah?
Perundungan kerap terjadi karena adanya kesempatan. Hadirnya peserta didik yang merasa dominan atau memiliki harga diri atau konsep diri yang tinggi di sekolah dan cenderung memiliki sifat agresif.
Hal ini muncul dikarenakan berbagai faktor pendorong di antaranya karena pengalaman atau pola asuh keluarga yang tidak sesuai, kebutuhan akan kasih sayang dan spiritual yang tidak terpenuhi.
Minimnya pengawasan, rendahnya empati, dan kepedulian sekolah terhadap perilaku peserta didiknya dapat pula menjadi penyebab terjadi perundungan.
Secara tidak langsung di lingkungan sekolah menjadi pendukung tumbuh suburnya premanisme hingga berujung perundungan dan kekerasaan.
Tentu hal ini sangat bertentangan dengan UU no.23 tahun 2002 pasal 54 bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau Lembaga Pendidikan lainnya.
Bagaimana peran homeschooling di era perundungan
Berbagai solusi ditawarkan dalam mengatasi perundungan khususnya di lingkungan sekolah. Pertama, mendeteksi tindakan perundungan sejak dini dengan menumbuhkan sikap peka terhadap kondisi psikologis peserta didik.
Kedua, memberikan sosialisasi terkait pemahaman dampak perundungan. Ketiga memberikan dukungan kepada korban perundungan dengan empati dan kepedulian menumbuhkan rasa kepercayaan terhadap lingkungan atau Lembaga pendidikan.
Keempat¸ membuat peraturan yang tegas atau treatment efek jera bagi pelaku. Kelima, memberikan teladan dan contoh perilaku bagi peserta didik dalam hal sekecil apapun karena perundungan kerap terjadi karena mencontoh orang-orang di sekitarnya.
Keenam, menerapkan kepada peserta didik bahwa tindakan perundungan perlu adanya bentuk perlawanan namun bukan dalam bentuk kekerasan, melainkan berani melaporkan tindakan perundungan tersebut kepada pihak sekolah untuk selanjutnya dilakukan tindakan.
Ketujuh, jika berbagai solusi dan treatment telah dilakukan namun belum memberikan perubahan terutama dalam mengembalikan kepercayaan terhadap lingkungan sekolah maka salah satu alternatif menyikapi buruknya pengaruh perundungan ini adalah dengan Homeschooling atau sekolah rumah.
Homeschooling dapat dijadikan salah satu alternatif agar terhindar dari dampak perundungan juga lingkungan buruk.
Pada dasarnya homeschooling atau sekolah rumah merupakan sebuah bentuk Pendidikan informal atau pendidikan keluarga di mana orang tua sebagai penentu utama sekaligus penyelenggara.
Dengan memilih homeschooling tugas Pendidikan dipegang keseluruhan secara mandiri oleh orang tua atau keluarga. Tentu tindakan perundungan akan minim terjadi sebab tidak lagi melibatkan lingkungan sekolah.
Masyarakat perlu menyadari bahwa lingkungan keluarga juga berperan penting dalam perkembangan Pendidikan dan psikologis anak. Orang tua dituntut harus bekerja lebih keras daripada lingkungan sekolah dalam mendidik agar anak tidak lagi terpapar dampak perundungan tersebut.
Orang tua tidak perlu khawatir sebab dalam Pendidikan homeschooling di dalamnya mengandung merdeka belajar, hal tersebut terlihat dari pendekatan pembelajarannya yang humanistik dengan pendekatan individual di mana proses pendidikannya melibatkan anak secara utuh.
Homeschooling memberi ruang yang seluas-luasnya kepada setiap individu untuk berkembang menjadi pribadi yang mandiri serta memiliki jati diri yang kuat.
Tentu hal ini sangat dibutuhkan bagi anak yang sedang menjalankan proses pemulihan terutama dampak psikologis dan traumatik akibat perundungan.
Diskusi tentang ini post