Penulis: Intan Satriani
Mahasiswi S3 Universitas Negeri Semarang dan dosen IKIP Siliwangi
OPINI PENDIDIKAN- Hybrid learning sebagai jembatan pembelajaran daring dan luring di masa endemiIndonesia berduka perihal Pandemi Covid 19. Tepatnya tahun 2020, virus Covid-19 menyebar di Indonesia.
Penyebaran virus ini memberikan dampak yang serius pada berbagai sektor dan bidang, salah satunya bidang pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di berbagai level dari mulai sekolah dasar sampai universitas berubah menjadi dalam jaringan.
Hal ini dikarenakan tidak diperbolehkannya pelaksanaan pendidikan secara tatap muka yang berdampak pada penyebaran virus. Proses pembelajaran online atau daring pada saat itu merupakan suatu peralihan atau hal yang baru bagi guru dan siswa.
Pembelajaran online ini tentunya dibutuhkan adaptasi dari sisi guru maupun siswa. Pada pelaksanaannya, pembelajaran online tidak bisa terlaksana tanpa teknologi atau perangkat yang bisa mendukung kegiatan belajar mengajar.
Perangkat atau aplikasi yang tren saat itu digunakan diantaranya zoom meeting, google meet, dan google classroom.
Pada awal pengimplementasian pembelajaran online ini memang tidak mudah bagi guru dan juga siswa. Namun seiring berjalannya waktu, pembelajaran daring ini sudah mulai dinikmati oleh berbagai sektor, terutama sektor pendidikan. Hal ini dinikmati dari segi pelaksanaan yang fleksibel dilihat dari waktu dan lokasi.
Sekarang masa pandemi sudah berlalu, tepat bulan Juni 2023 pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa status pandemic covid-19 di Indonesia dicabut dan beralih ke tahap endemi. Namun, bukan waktu yang sebentar kita beradaptasi dan berjuang dengan pembelajaran yang serba online.
Tiga tahun lebih yang sudah dilewati. Sekarang apakah kita sedang berada di zona nyaman pembelajaran online atau mungkin kita rindu dengan suasana tatap muka secara langsung di kelas.
Berawal dari pertanyaan yang muncul tersebut, terbesit apakah hybrid learning bisa menjadi jembatan antara pembelajaran daring dan luring di masa endemi ini. Lalu, apa sisi positif dan negatif dari pengimplementasian metode pembelajaran ini.
Pertama berangkat dari definisi hybrid learning itu sendiri. Berdasarkan Dwiyogo (2018), kata hybrid itu sendiri berasal dari campuran atau kombinasi. Makadari itu, beliau menambahkan bahwa pembelajaran hybrid ini merupakan metode pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran dalam jaringan dengan pembelajaran tatap muka di kelas.
Sehingga dalam pengimplementasiannya, peserta didik ada waktunya untuk bertatap muka langsung dengan pengajar di kelas, namun juga ada kalanya mereka melakukan pembelajaran secara jarak jauh. Pembelajaran hybrid ini memang bukan metode pembelajaran yang baru dan langka untk diterapkan, namun beberapa sekolah yang memang mendukung dari segi fasilitas dan gawai sudah menerapkan metode pembelajaran ini.
Pada pelaksanaannya, semua metode pembelajaran pasti ada pro dan kontra nya. Sebelum membahas sisi pro. Disini akan diulas dari segi kontranya terlebih dahulu. Salah satu kelemahan pelaksanaan metode pembelajaran ini yaitu adanya ketergantungan pada perangkat atau jaringan (Dewanto, 2022).
Karena metode hybrid ini merupakan gabungan antara pembelajaran daring dan luring, maka saat pelaksanaannya ketergantungan pada perangkat atau gawai sudah tidak dipungkiri lagi. Sebenarnya penerapan pembelajaran berbasis hybrid ini memang bukan ystem pembelajaran yang mudah untuk diterapkan.
Dibutuhkan kombinasi yang baik dalam pengaturan jadwal pelaksanaan antara tatap muka dan jarak jauh. Keterbatasan dalam penentuan jadwal ini bergantung pada perangkat dan jaringan internet yang memadai.
Seperti contoh kasus, setiap peserta didik dan guru walau berada di satu lokasi yang sama tetap memiliki perbedaan perangkat dan jaringan. Hal ini yang memang perlu menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan saat pelaksanaan pembelajaran berbasis hybrid.
Namun pastinya selain kontra diatas, pembelajaran hybrid ini juga memiliki beberapa hal positif dalam pengimplementasiannya. Disini akan diulas dua kelebihan saat menerapkan pembelajaran berbasis hybrid. Pertama yaitu fleksibilitas saat pelaksanaan.
Diadara (2021) menambahkan bahwa pembelajaran hybrid ini memberikan fleksibilitas dan kenyamanan selama berlangsungnnya interaksi baik anatar siswa maupun siswa dan pengajar. Seperti yang diketahui bersama bahwa pelaksanaan pembelajaran secara hybrid guru dan siswa dapat kebebasan dalam memilih materi mana yang dapat disampaikan secara langsung tatap muka atau dalam jaringan.
Karena saat pelaksanaan secara utuh pembelajaran secara dalam jaringan, tidak semua materi dapat disampaikan dengan baik. Ada beberapa materi yang memang membutuhkan tatap muka atau interaksi langsung guru dan siswa atau siswa dan siswa.
Kelebihan kedua yaitu dapat mengembangkan literasi digital siswa. Hal ini dapat dilihat saat melaksanakan pembelajaran hybrid, secara tidak langsung siswa yang memang jarang atau belum tersentuh teknologi untuk kepentingan pendidikan akan lebih terampil dalam memanfaatkan digital untuk sarana pendidikan.
Jadi dalam hal ini, siswa tidak hanya menggunakan gawainya untuk bermain saja tanpa tujuan namun juga bisa diarahkan untuk lebih memanfaatkan gawai yang ada dalam gengamannya.
Lalu, apakah pembelajaran hybrid ini bisa diterapkan dan efektif. Tentunya kembali lagi ke instansi pembelajaran dan pembelajar yang akan menerapkan hybrid learning. Pastinya sebelum menerapkan pembelajaran berbasis hybrid ini dibutuhkan kemampuan mengoperasikan gawai, internet yang memadai, dan perangkat peserta didik dan guru yang mendukung.
Referensi
Dewanto, S.E. (2022). Penerapan hybrid learning dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada masa pandemic Covid-19. Universitas Islam Negeri KIAI H. Ahmad Siddiq.
Diadara, N. (2021). Pengaruh model pembelajaran Hybrid learning terhadap hasil belajar siswa pada mata Pelajaran pendidikan agama Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Dwiyogo, W.D. (2018). Pembelajaran berbasis blended learning. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.
Diskusi tentang ini post